Mitigasi Bencana
7 Hal penting Kenapa AI Bisa Menimbulkan Bencana Sosial

Pasti lo udah sering denger soal AI (Artificial Intelligence), kan? Dari chatbot yang bisa jawab pertanyaan lo, bikin gambar, bikin video, bikin lagu, sampe bikin koding website juga bisa, iya semua itu sekarang udah jadi bagian dari hidup kita sehari-hari. Tapi pertanyaannya sekarang, apakah AI bisa menimbulkan bencana sosial?
Well, jawabannya enggak bisa lo anggap sepele. Meskipun AI kelihatan canggih dan keren, ada sisi gelap yang mulai muncul ke permukaan. Dan kalau kita enggak siap, AI bisa banget ngacak-ngacak struktur sosial yang udah kita bangun selama ini. Yuk, kita bahas lebih dalam.
1. AI Ngebikin Kesenjangan Sosial Makin Lebar
Salah satu isu paling gawat dari perkembangan AI adalah soal inequality. Teknologi AI berkembang super cepat, tapi aksesnya tuh enggak merata bro. Lo bisa lihat perusahaan-perusahaan raksasa di Silicon Valley—mereka punya resource gede buat eksplorasi AI. Sementara itu, banyak negara berkembang, bahkan kelompok masyarakat di negara maju pun, masih struggle buat dapetin akses dasar ke teknologi.
Apa yang terjadi? Ya kesenjangan makin kejam. Orang-orang kaya yang ngerti dan punya AI bakal makin maju, sedangkan kelompok yang enggak punya akses atau skill yang relevan bakal makin ketinggalan jauh. Lo bayangin kayak balapan lari, tapi satu pelari naik sepeda motor dan sisanya masih lari pakai kaki. Apakah itu fair? Tentu aja enggak!
2. AI Bisa Menghilangkan Banyak Pekerjaan
Oke, ini udah sering dibahas, tapi penting banget buat lo camkan. AI udah mulai menggantikan kerjaan manusia di berbagai sektor—mulai dari industri manufaktur sampe customer service. Bahkan sekarang, AI juga udah mulai ngambil alih kerjaan kreatif kayak bikin desain, nulis artikel (iya, kayak gue sekarang nih), bahkan bikin musik!
Gue enggak bilang AI bakal langsung bikin semua orang jadi pengangguran sih. Tapi efeknya tuh gradual, bro. Lama-lama, posisi kerja yang repetitif atau bisa diprediksi, itu tuh pasti ke depannya bakal diambil alih mesin. Kalau sistem pendidikan dan pelatihan kerja enggak ikut berubah, masyarakat bakal kehilangan arah.
Bayangin deh ada satu komunitas kecil yang mayoritas warganya kerja di pabrik. Terus tiba-tiba pabrik itu ganti semua pekerjanya sama mesin dan AI. Tanpa ada transisi yang smooth atau solusi jangka panjang, komunitas itu bisa collapse. Ga ada pekerja ga ada yang butuh makan atau jajan, walhasil warung di sekitarnya bisa ikutan mati, begitu juga pasar yang nyediain bahan baku warung tersebut. Nah dari situ, muncul deh efek domino: pengangguran, kemiskinan, kriminalitas naik, bahkan konflik sosial!
3. Diskriminasi Algoritma Itu Nyata
Lo mungkin mikir, “AI itu objektif, kan? Kan dia mesin, enggak punya perasaan.” Wah bro, justru itu masalahnya. AI tuh belajar dari data. Kalau data yang dia terima bias, ya hasilnya juga akan bias.
Udah banyak kasus yang nunjukkin gimana AI bisa memperkuat diskriminasi sosial yang udah ada. Contoh? Algoritma rekrutmen yang secara otomatis mengurangi peluang kandidat perempuan untuk posisi teknis karena data historis menunjukkan mayoritas laki-laki yang biasa ada di posisi itu. Atau sistem pengenalan wajah yang lebih sering salah identifikasi orang berkulit gelap.
Yang lebih parah, AI bisa bikin diskriminasi itu terlihat sah, karena orang mikir: “Ah itu keputusan AI, pasti adil.” Padahal kenyataannya? Enggak segampang itu, Ferguso!
4. Disinformasi dan Polarisasi Lewat AI
AI juga bisa dimanfaatkan buat spreading fake news dan manipulasi opini publik. Lo pernah denger soal deepfake? Itu teknologi berbasis AI yang bisa bikin video palsu tapi kelihatan nyata banget. Lo bisa kelihatan ngomong sesuatu yang lo enggak pernah ucapin. Gila, kan?
Selain itu, AI juga ngatur algoritma medsos yang bikin lo makin sering dapet konten yang sejalan sama pandangan lo. Tujuannya emang biar lo betah di platform, tapi efek sampingnya? Polarisasi. Orang jadi makin terjebak di “bubble” mereka masing-masing dan enggak mau dengerin sudut pandang lain.
Kalau ini terus dibiarkan, kondisi kayak gini tuh bisa jadi pemicu konflik sosial. Orang-orang jadi makin gampang kebakar emosinya karena mereka hidup di dunia yang mereka pikir 100% benar, padahal itu kan cuma hasil kurasi algoritma.
5. AI Meminggirkan Manusia dari Keputusan Besar
Semakin canggih AI, semakin banyak keputusan penting yang diserahkan ke mesin. Dari pemberian kredit, putusan pengadilan, sampai diagnosa medis, semuanya mulai melibatkan AI. Masalahnya, transparansi dan akuntabilitas AI tuh masih rendah.
Lo bisa aja ditolak pengajuan KPR lo karena skor algoritma yang enggak jelas dasarnya. Atau lebih parah, lo diputus bersalah karena sistem “prediksi kriminal” nunjukin lo punya potensi bahaya. Gila sih kalau manusia disubstitusi dari proses keputusan hidup mati kayak gitu.
Kalau masyarakat udah enggak percaya lagi sama sistem karena terlalu bergantung ke AI yang enggak transparan, itu bisa jadi benih ketidakstabilan sosial. Orang-orang bisa mulai nyalahin sistem, protes, bahkan rusuh.
6. Monopoli Teknologi dan Ketimpangan Kekuasaan
Yang perlu lo tau, teknologi AI sekarang masih dikuasai segelintir pemain gede. Nama-nama kayak Google, Microsoft, Amazon, Meta, dan kawan-kawan itu punya kontrol besar terhadap tools AI yang lagi lo pake tiap hari. Mereka punya uang, infrastruktur, dan data dalam jumlah luar biasa.
Kondisi ini bikin kekuasaan mereka makin besar, bahkan ngalahin banyak negara. Kalau enggak ada regulasi yang adil dan partisipatif, masyarakat bisa jadi korban eksploitasi tanpa sadar. Dan ujung-ujungnya? Ketimpangan kekuasaan dan sumber daya makin menggila, yang bisa nyulut keresahan sosial.
7. Ketergantungan Sosial yang Bahaya Banget
Kita tuh udah mulai terlalu nyaman sama teknologi. Bahkan banyak dari kita udah lebih percaya AI daripada diri sendiri atau sesama manusia. Mulai dari rekomendasi makanan, rute jalan, sampe saran finansial—AI yang ambil alih.
Ketergantungan ini pelan-pelan ngegeser hubungan sosial antar manusia. Kita jadi lebih individualis, lebih percaya mesin daripada komunitas, bahkan lebih cuek sama lingkungan sekitar. Dan kalau suatu saat AI crash atau disabotase, masyarakat bisa panik karena udah enggak terbiasa hidup tanpa bantuan AI. Potensi AI dalam menimbulkan bencana sosial memang datangnya sangat perlahan, tapi sesungguhnya dia bisa saja menghancurkan dari dalam.
Jadi Apakah AI Bisa Menimbulkan Bencana Sosial?
Gini bro, gue tentu enggak mau jadi anti-teknologi, dan lo juga enggak perlu sampe segitu takutnya sama AI. Tapi penting banget buat kita sadar adalah, bahwa AI bukan sekadar alat netral. Dia punya potensi gede buat memperkuat struktur sosial, tapi juga bisa ngehancurin kalau dipake tanpa etika, tanpa regulasi yang adil, dan tanpa edukasi massal.
Jadi, iya, AI memang bisa menimbulkan potensi bencana sosial, tapi AI juga bisa banget jadi solusi buat banyak masalah, dari efisiensi kerja sampai mitigasi bencana. Tapi kalau masyarakat enggak diajak ikut serta dalam pembentukan ekosistem AI—terutama yang rentan dan terpinggirkan—maka AI justru bisa jadi trigger bencana sosial skala besar.
Makanya, kita semua harus terlibat. Lo, gue, pemerintah, sektor swasta, akademisi, sampai komunitas-komunitas akar rumput. Harus ada dialog yang terbuka dan jujur tentang masa depan AI. Karena ujung-ujungnya, teknologi itu cuma alat—yang nentuin dampaknya adalah manusia yang ada di baliknya.
Note: Bencana sosial adalah salah satu kebencanaan yang harus kita pahami mitigasinya, ada banyak mitigasi kebencanaan lainnya yang sebaiknya kalian pelajari juga. Sekali-sekali coba deh ikut kegiatan IDERU agar wawasan kalian tentang mitigasi bencana bisa lebih terasah dan meningkat.