Perubahan Iklim

REDD+ di Indonesia Itu Program Apa Sih: Penting Banget Ya?

Published

on

REDD+ Itu Apa, Sih?

Lo pernah denger tentang REDD+? Bukan, ini bukan nama band indie atau produk skincare. Program REDD+ alias Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation di Indonesia adalah, skema internasional buat ngurangin emisi gas rumah kaca dengan cara ngejaga hutan Indonesia tetap asri dan lestari.

Intinya, ini tuh salah satu solusi program dunia biar hutan kita nggak terus-terusan ditebang dan lingkungan tetap aman. Kedengeran keren, kan? Tapi, seberapa efektif sih program ini di Indonesia?

Kenapa REDD+ di Indonesia Penting?

Gini, lo pasti tau dong kalau Indonesia tuh punya hutan tropis luas banget yang sering juga disebut sebagai “paru-paru dunia”. Nah, kalau hutan ini terus dikuras habis buat lahan sawit, tambang, atau perumahan, emisi karbon tuh bakal makin menggila bro! Itu sebabnya, REDD+ hadir buat nge-rem deforestasi dan degradasi hutan biar dampak perubahan iklim bisa diminimalisir.

Indonesia sendiri mulai ikutan program ini sejak tahun 2010 lewat kerja sama sama Norwegia yang janjinya ngucurin dana sampai US$1 miliar buat program pelestarian hutan. Tapi, janji tinggallah janji. Akhirnya, hubungan ini justru belakangan jadi agak rumit (kayak hubungan lu sama dia, eh) dan malah bikin Indonesia mutusin buat cabut dari kerja sama di tahun 2021.

Gimana Cara Kerja REDD+?

Jadi, program REDD+ ini ibarat cashback buat negara yang berhasil jaga hutannya. Kalau suatu negara berhasil nurunin tingkat deforestasi dan degradasi hutannya, mereka bisa dapet insentif finansial. Konsepnya tuh “lu jaga hutan, lu dapet duit”. Tapi masalahnya, implementasi program ini nggak semulus teori di awalnya.

Ada beberapa tahapan dalam REDD+:

  1. Readiness (Persiapan): Negara peserta harus siapin strategi, kebijakan, dan regulasi buat jalanin program ini.
  2. Implementation (Pelaksanaan): Program mulai diterapkan, termasuk pengawasan dan pelaporan.
  3. Result-Based Payment (Pembayaran Berdasarkan Hasil): Negara yang berhasil mengurangi deforestasi dapat kompensasi.

Sayangnya, dalam praktiknya, tahap pembayaran sering jadi drama berkepanjangan karena transparansi dan audit data yang ribet.

Tantangan Implementasi REDD+ di Indonesia

Sekarang, mari kita bahas seberapa sukses REDD+ di Indonesia. Spoiler alert: jalannya nggak selalu mulus. Ada beberapa tantangan besar yang bikin program ini sering mandek:

1. Moratorium yang Nggak Konsisten

Sejak 2011, Indonesia punya kebijakan moratorium izin baru buat eksploitasi hutan primer dan lahan gambut. Tapi, kenyataannya masih banyak celah. Banyak izin yang udah diterbitkan sebelum moratorium tetap berlaku. Plus, pengawasan di lapangan juga kayaknya sering kurang maksimal.

2. Tumpang Tindih Kebijakan

Kebijakan pemerintah daerah dan pusat kadang tuh nggak sejalan (iya, kayak hubungan lo sama dia, ehh) Ada kasus di mana satu wilayah dilarang untuk eksploitasi hutan, tapi di dokumen lain malah dikasih izin buat tambang atau perkebunan sawit. Jadinya, implementasi REDD+ tuh jadi kayak tarik ulur kepentingan.

3. Kurangnya Partisipasi Masyarakat Lokal

Suku-suku asli dan masyarakat adat yang tinggal di sekitar hutan seringkali nggak ikut dilibatkan secara maksimal. Padahal, sebenarnya justru mereka yang paling tahu cara ngejaga hutan. Kalau mereka nggak dilibatkan, program ini bisa gagal karena kurang dukungan dari akar rumput.

4. Pendanaan yang Nggak Jelas

Waktu Indonesia deal sama Norwegia buat dapet dana REDD+, kelihatannya sih memang kayak solusi jitu. Tapi, kenyataannya pencairan dana ini tuh nggak gampang. Ada banyak syarat administrasi dan transparansi yang bikin duitnya lama banget nyampe ke lapangan. Bahkan, sampai akhirnya Indonesia cabut dari kerja sama ini karena duitnya nggak turun-turun.

Studi Kasus: REDD+ di Kalimantan dan Sumatra

Beberapa wilayah di Indonesia udah jadi percontohan REDD+, kayak di Kalimantan dan Sumatra. Di Kalimantan Tengah, misalnya, ada proyek percontohan REDD+ yang dijalankan sejak 2010. Hasilnya? Ada sih progres, tapi nggak terlalu signifikan.

Di Sumatra, upaya ini coba diterapkan buat ngejaga hutan gambut dari ekspansi sawit. Tapi, tantangannya gede banget karena industri sawit udah jadi tulang punggung ekonomi di daerah itu. Kalau nggak ada solusi ekonomi buat warga sekitar, ya pastinya susah banget buat nge-rem laju deforestasi.

Apakah REDD+ Masih Relevan?

Meskipun banyak kendala, REDD+ tetap jadi salah satu solusi potensial buat menyelamatkan hutan Indonesia. Tapi, program ini perlu beberapa perbaikan biar lebih efektif:

  1. Penguatan Regulasi: Moratorium harus diperketat dan nggak boleh ada celah hukum.
  2. Peningkatan Transparansi: Data deforestasi dan penggunaan lahan harus lebih terbuka buat publik biar bisa diawasi bareng-bareng.
  3. Pelibatan Masyarakat Adat: Mereka harus dapet peran lebih besar dalam pengelolaan hutan.
  4. Pendanaan yang Lebih Cepat dan Jelas: Kalau dana dijanjikan, harus ada mekanisme yang bikin pencairannya cepat dan efektif.

Kesimpulan

Selain program Carbon Tax dan Carbon Trading yang sudah dijalankan, REDD+ di Indonesia itu sebenarnya memang program penting buat ngejaga hutan dan ngurangin emisi karbon kita, tapi pelaksanaan REDD+ di Indonesia kayaknya masih banyak tantangannya.

Kalau ini nggak ada perbaikan, program ini tuh kayaknya cuma bakal jadi wacana, tanpa hasil nyata bro! (iya kayak hubungan lu sama dia, yang ga pernah jelas mau dibawa kemana, halah, terus aja)

Solusinya apa? Pemerintah harus lebih serius dalam implementasi, transparansi, dan melibatkan masyarakat adat secara penuh. Kalau nggak, hutan Indonesia bakal terus menyusut dan pada akhirnya kita semua juga yang kena dampaknya. Bukan cuma Indonesia loh yang kena dampaknya, melainkan juga seluruh dunia, karena kita itu termasuk paru-paru dunia loh!

Jadi, gimana? Masih cuek soal REDD+? Atau lo udah mulai ikut sadar, kalau ini tuh penting banget buat masa depan bumi?

IDERU mendorong pemerintah, untuk terus meningkatkan program perlindungan dan konservasi hutan secara lebih baik dan keberlanjutan, dengan melibatkan masyarakat adat di dalamnya, dan juga terus meningkatkan dan memperbaiki hubungan kerjasama dengan NGO atau LSM lingkungan yang memang concern di bidang itu.

Ini memang bukan hal yang mudah, tapi ini adalah bentuk tanggung jawab moril kita terhadap generasi penerus kita nanti!

 

** Katingan Mentaya Project adalah salah satu program yang berkaitan dengan REDD+ dan juga Carbon Trading di Indonesia, berikut video menarik dari Narasi Newsroom mengenai program tersebut.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Trending

Exit mobile version